1. Supervisi Manajerial
A.  Pengertian Supervisi Manajerial
Supervisi adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengawas satuan pendidikan dalam rangka  membantu  kepala  sekolah,  guru  dan  tenaga  kependidikan lainnya guna meningkatkan mutu  dan  efektivitas  penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Supervisi ditujukan pada  dua  aspek  yakni:  manajerial  dan akademik.
Supervisi  manajerial  menitikberatkan pada  pengamatan pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi  sekolah yang  berfungsi  sebagai  pendukung (supporting) terlaksananya  pembelajaran.  Sementara supervisi  akademik  menitikberatkan pada pengamatan supervisor terhadap kegiatan akademik, berupa pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas.
Dalam  Panduan   Pelaksanaan  Tugas  Pengawas   Sekolah/ Madrasah (Direktorat Tenaga Kependidikan, 2009:20) dinyatakan bahwa supervisi  manajerial adalah supervisi yang berkenaan dengan aspek pengelolaan  sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas sekolah yang mencakup perencanaan, koordinasi, pelaksanaan,  penilaian, pengembangan kompetensi sumberdaya manusia (SDM) kependidikan dan  sumberdaya  lainnya.
Dalam  melaksanakan  fungsi  supervisi  manajerial,  pengawas sekolah/madrasah berperan sebagai: (1)  kolaborator  dan  negosiator  dalam proses perencanaan,  koordinasi,  pengembangan manajemen  sekolah,  (2)  asesor  dalam  mengidentifikasi kelemahan  dan  menganalisis  potensi  sekolah,  (3)  pusat informasi  pengembangan  mutu  sekolah, dan (4) evaluator terhadap pemaknaan hasil pengawasan.

B. Prinsip-Prinsip Supervisi  Manajerial
Beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam supervisi manajerial, adalah:
  • Pengawas harus  menjauhkan diri dari sifat otoriter, di mana ia bertindak sebagai  atasan  dan  kepala  sekolah/guru  sebagai  bawahan.
  • Supervisi harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis. Hubungan kemanusiaan yang harus diciptakan harus bersifat terbuka, kesetiakawanan,  dan  informal (Dodd, 1972).
  • Supervisi harus dilakukan secara berkesinambungan. Supervisi bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu jika  ada   kesempatan (Alfonso   dkk., 1981   dan Weingartner, 1973).
  • Supervisi    harus    demokratis.  Supervisor    tidak    boleh mendominasi pelaksanaan supervisi. Titik tekan supervisi yang demokratis adalah aktif dan kooperatif.
  • Program supervisi harus integral. Di dalam setiap organisasi pendidikan terdapat bermacam-macam sistem perilaku dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan (Alfonso, dkk., 1981).
  • Supervisi   harus   komprehensif.   Program   supervisi   harus mencakup keseluruhan aspek, karena hakikatnya suatu aspek    pasti terkait dengan aspek lainnya.
  • Supervisi harus konstruktif. Supervisi bukanlah sekali-kali untuk mencari kesalahan-kesalahan guru.
  • Supervisi harus obyektif. Dalam menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi,keberhasilan program supervisi harus obyektif. Obyektivitas dalam penyusunan program berarti bahwa program supervisi itu  harus  disusun  berdasarkan  persoalan  dan kebutuhan nyata yang dihadapi sekolah.
Dalam  pelaksanaan   supervisi   manajerial,   pengawas   dapat menerapkan   teknik   supervisi   individual   dan   kelompok. Teknik supervisi  individual  di  sini  adalah  pelaksanaan  supervisi  yang diberikan  kepada  kepala  sekolah  atau  personil  lainnya  yang mempunyai masalah khusus dan bersifat perorangan.
Teknik supervisi kelompok adalah satu cara melaksanakan program supervisi yang ditujukan pada dua orang atau lebih. Kepala-kepala sekolah yang diduga, sesuai dengan analisis kebutuhan, memiliki masalah  atau  kebutuhan  atau  kelemahan-kelemahan  yang  sama dikelompokkan  atau  dikumpulkan  menjadi  satu/bersama-sama. Kemudian  kepada  mereka  diberikan  layanan  supervisi  sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi.
2. Supervisi Akademik

Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran Glickman (1981).  Sementara itu,  Daresh (1989) menyebutkan bahwa supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian,  esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya. Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola pembelajaran. Apabila di atas dikatakan, bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran, maka menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan prosesnya (Sergiovanni, 1987). Penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran sebagai suatu proses pemberian estimasi kualitas unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, merupakan bagian integral dari serangkaian kegiatan supervisi akademik. Apabila dikatakan bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya, maka dalam pelaksanaannya terlebih dahulu perlu diadakan penilaian kemampuan guru, sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu dikembangkan dan cara mengembangkannya.

Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian unjuk kerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat realita kondisi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya:  Apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas? Apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan murid-murid di dalam kelas? Aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yang berarti bagi guru dan murid?  Apa yang telah dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan akademik? Apa kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana cara mengembangkannya?. Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini akan diperoleh informasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Namun satu hal yang perlu ditegaskan di sini, bahwa setelah melakukan penilaian unjuk kerja guru tidak berarti selesailah tugas atau kegiatan supervisi akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan perancangan dan pelaksanaan pengembangan kemampuannya. Dengan demikian, melalui supervisi akademik guru akan semakin mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya. Alfonso, Firth, dan Neville (1981) menegaskan “Instructional supervision is here in defined as: behavior officially designed by the organization that directly affects teacher behavior in such a way to facilitate pupil learning and achieve the goals of organization”. Menurut Alfonso, Firth, dan Neville, ada tiga konsep pokok (kunci) dalam pengertian supervisi akademik.
  1. Supervisi akademik harus secara langsung mempengaruhi dan mengembangkan perilaku guru dalam mengelola proses pembelajaran. Inilah karakteristik esensial supervisi akademik. Sehubungan dengan ini, janganlah diasumsikan secara sempit, bahwa hanya ada satu cara terbaik yang bisa diaplikasikan dalam semua kegiatan pengembangan perilaku guru. Tidak ada satupun perilaku supervisi akademik yang baik dan cocok bagi semua guru (Glickman, 1981). Tegasnya, tingkat kemampuan, kebutuhan, minat, dan kematangan profesional serta karakteristik personal guru lainnya harus dijadikan dasar pertimbangan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program supervisi akademik (Sergiovanni, 1987 dan Daresh, 1989).
  2. Perilaku supervisor dalam membantu guru mengembangkan kemampuannya harus didesain secara ofisial, sehingga jelas waktu mulai dan berakhirnya program pengembangan tersebut. Desain tersebut terwujud dalam bentuk program supervisi akademik yang mengarah pada tujuan tertentu. Oleh karena supervisi akademik merupakan tanggung jawab bersama antara supervisor dan guru, maka alangkah baik jika programnya didesain bersama oleh supervisor dan guru.
  3. Tujuan akhir supervisi akademik adalah agar guru semakin mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya.
Tujuan supervisi akademik adalah membantu guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran yang dicanangkan bagi murid-muridnya (Glickman, 1981). Melalui supervisi akademik diharapkan kualitas akademik yang dilakukan oleh guru semakin meningkat (Neagley, 1980). Pengembangan kemampuan dalam konteks ini janganlah ditafsirkan secara sempit, semata-mata ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar guru, melainkan juga pada peningkatan komitmen (commitmen) atau kemauan (willingness) atau motivasi (motivation) guru, sebab dengan meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas pembelajaran akan meningkat. Sedangkang menurut Sergiovanni (1987) ada tiga tujuan supervisi akademik, yaitu:

  1. Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud membantu guru mengembangkan kemampuannya profesionalnnya dalam memahami akademik, kehidupan kelas, mengembangkan keterampilan mengajarnya dan menggunakan kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu.
  2. Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud untuk memonitor kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan memonitor ini bisa dila-kukan melalui kunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas di saat guru sedang mengajar, percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya, maupun dengan sebagian murid-muridnya.
  3. Supervisi akademik diselenggarakan untuk mendorong guru menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong guru mengembangkan kemampuannya sendiri, serta mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang sungguh-sungguh (commitment) terhadap tugas dan tanggung jawabnya.
Menurut Alfonso, Firth, dan Neville (1981) supervisi akademik yang baik adalah supervisi  yang mampu berfungsi mencapai multitujuan tersebut di atas. Tidak ada keberhasilan bagi supervisi akademik jika hanya memerhatikan salah satu tujuan tertentu dengan mengesampingkan tujuan lainnya. Hanya dengan merefleksi ketiga tujuan inilah supervisi akademik akan berfungsi mengubah perilaku mengajar guru. Pada gilirannya nanti perubahan perilaku guru ke arah yang lebih berkualitas akan menimbulkan perilaku belajar murid yang lebih baik. Alfonso, Firth, dan Neville (1981) mengemukakan bahwa perilaku supervisi akademik secara langsung berhubungan dan berpengaruh terhadap perilaku guru. Ini berarti, melalui supervisi akademik, supervisor mempengaruhi perilaku mengajar guru sehingga perilakunya semakin baik dalam mengelola proses belajar mengajar. Selanjutnya perilaku mengajar guru yang baik itu akan mempengaruhi perilaku belajar murid. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa tujuan akhir supervisi akademik adalah terbinanya perilaku belajar murid yang lebih baik.

Berkaitan  dengan prinsip-prinsip supervisi akademik, akhir-akhir ini, beberapa literatur telah banyak mengungkapkan teori supervisi akademik sebagai landasan bagi setiap perilaku supervisi akademik. Beberapa istilah, seperti demokrasi (democratic), kerja kelompok (team effort), dan proses kelompok (group process) telah banyak dibahas dan dihubungkan dengan konsep supervisi akademik. Pembahasannya semata-mata untuk menunjukkan kepada kita bahwa perilaku supervisi akademik itu harus menjauhkan diri dari sifat otoriter, di mana supervisor sebagai atasan dan guru sebagai bawahan. Begitu pula dalam latar sistem persekolahan, keseluruhan anggota (guru) harus aktif berpartisipasi, bahkan sebaiknya sebagai prakarsa, dalam proses supervisi akademik, sedangkan supervisor merupakan bagian darinya.  Semua ini merupakan prinsip-prinsip supervisi akademik modern yang harus direalisasikan pada setiap proses supervisi akademik di sekolah-sekolah.

Selain tersebut di atas, berikut ini ada beberapa prinsip lain yang harus diperhatikan dan direalisasikan oleh supervisor dalam melaksanakan supervisi akademik, yaitu:

  1. Supervisi akademik harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis. Hubungan kemanusiaan yang harus diciptakan harus bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal. Hubungan demikian ini bukan saja antara supervisor dengan guru, melainkan juga antara super- visor dengan pihak lain yang terkait dengan program supervisi akademik. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya supervisor harus memiliki sifat-sifat, seperti sikap membantu, memahami, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias, dan penuh humor (Dodd, 1972).
  2. Supervisi akademik harus dilakukan secara berkesinambungan. Supervisi akademik bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu jika ada kesempatan. Perlu dipahami bahwa supervisi akademik merupakan salah satu essential function dalam keseluruhan program sekolah (Alfonso dkk., 1981 dan Weingartner, 1973). Apabila guru telah berhasil mengembangkan dirinya tidaklah berarti selesailah tugas supervisor, melainkan harus tetap dibina secara berkesinambungan. Hal ini logis, mengingat problema proses pembelajaran selalu muncul dan berkembang.
  3. Supervisi akademik harus demokratis. Supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi akademiknya. Titik tekan supervisi akademik yang demokratis adalah aktif dan kooperatif. Supervisor harus melibatkan secara aktif guru yang dibinanya. Tanggung jawab perbaikan program akademik bukan hanya pada supervisor melainkan juga pada guru. Oleh sebab itu, program supervisi akademik sebaiknya direncana- kan, dikembangkan dan dilaksanakan bersama secara kooperatif dengan guru, kepala sekolah, dan pihak lain yang terkait di bawah koordinasi supervisor.
  4. Program supervisi akademik harus integral dengan program pendidikan. Di dalam setiap organisasi pendidikan terdapat bermacam-macam sistem perilaku dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan. Sistem perilaku tersebut antara lain berupa sistem perilaku administratif, sistem perilaku akademik, sistem perilaku kesiswaan, sistem perilaku pengembangan konseling, sistem perilaku supervisi akademik (Alfonso, dkk., 1981). Antara satu sistem dengan sistem lainnya harus dilaksanakan secara integral. Dengan demikian, maka program supervisi akademik integral dengan program pendidikan secara keseluruhan. Dalam upaya perwujudan prinsip ini diperlukan hubungan yang baik dan harmonis antara supervisor dengan semua pihak pelaksana program pendidikan (Dodd, 1972).
  5. Supervisi akademik harus komprehensif. Program supervisi akademik harus mencakup keseluruhan aspek pengembangan akademik, walaupun mungkin saja ada penekanan pada aspek-aspek tertentu berdasarkan hasil analisis kebutuhan pengembangan akademik sebelumnya. Prinsip ini tiada lain hanyalah untuk memenuhi tuntutan multi tujuan supervisi akademik, berupa pengawasan kualitas, pengembangan profesional, dan memotivasi guru.
  6. Supervisi akademik harus konstruktif. Supervisi akademik bukanlah sekali-kali untuk mencari kesalahan-kesalahan guru. Memang dalam proses pelaksanaan supervisi akademik itu terdapat kegiatan penilaian unjuk kerjan guru, tetapi tujuannya bukan untuk mencari kesalahan-kesalahannya. Supervisi akademik akan mengembangkan pertumbuhan dan kreativitas guru dalam memahami dan memecahkan problem-problem akademik yang dihadapi.
  7. Supervisi akademik harus obyektif. Dalam menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi, keberhasilan program supervisi akademik harus obyektif. Objektivitas dalam penyusunan program berarti bahwa program supervisi akademik itu harus disusun berdasarkan kebutuhan nyata pengembangan profesional guru. Begitu pula dalam mengevaluasi keberhasilan program supervisi akademik. Di sinilah letak pentingnya instrumen pengukuran yang memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi untuk mengukur seberapa kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran.
Para pakar pendidikan telah banyak menegaskan bahwa seseorang akan bekerja secara profesional apabila ia memiliki kompetensi yang memadai.  Seseorang tidak akan bisa bekerja secara profesional apabila ia hanya memenuhi salah satu kompetensi di antara sekian kompetensi yang dipersyaratkan. Kompetensi tersebut merupakan perpaduan antara kemampuan dan motivasi. Betapapun tingginya kemampuan seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional apabila ia tidak memiliki motivasi kerja yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Sebaliknya, betapapun tingginya motivasi kerja seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional apabila ia tidak memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya.

Supervisi akademik yang baik harus mampu membuat guru semakin kompeten, yaitu guru semakin menguasai kompetensi, baik kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Oleh karena itu, supervisi akademik harus menyentuh pada pengembangan seluruh kompetensi guru.  Menurut Neagley (1980) terdapat dua aspek yang harus menjadi perhatian supervisi akademik baik dalam perencanaannya, pelaksanaannya, maupun penilaiannya.

Pertama, apa yang disebut dengan substantive aspects of professional development (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek substantif). Aspek ini menunjuk pada kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui supervisi akademik. Aspek ini menunjuk pada kompetensi yang harus dikuasai guru. Penguasaannya merupakan sokongan terhadap keberhasilannya mengelola proses pembelajaran. Ada empat kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui supervisi akademik, yaitu yaitu kompetensi-kompetensi kepribadian, pedagogik, professional, dan sosial. Aspek substansi pertama dan kedua merepresentasikan nilai, keyakinan, dan teori yang dipegang oleh guru tentang hakikat pengetahuan, bagaimana murid-murid belajar, penciptaan hubungan guru dan murid, dan faktor lainnya. Aspek ketiga berkaitan dengan seberapa luas pengetahuan guru tentang materi atau bahan pelajaran pada bidang studi yang diajarkannya.

Kedua, apa yang disebut dengan professional development competency areas (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek kompetensi). Aspek ini menunjuk pada luasnya setiap aspek substansi. Guru tidak berbeda dengan kasus profesional lainnya. Ia harus mengetahui bagaimana mengerjakan (know how to do) tugas-tugasnya. Ia harus memiliki pengetahuan tentang bagaimana merumuskan tujuan akademik, murid-muridnya, materi pelajaran, dan teknik akademik. Tetapi, mengetahui dan memahami keempat aspek substansi ini belumlah cukup. Seorang guru harus mampu menerapkan pengetahuan dan pemahamannya. Dengan kata lain, ia harus bisa mengerjakan (can do). Selanjutnya, seorang guru harus mau mengerjakan (will do) tugas-tugas berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Percumalah pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh seorang guru, apabila ia tidak mau mengerjakan tugas-tugasnya dengan sebaik-baiknya. Akhirnya seorang guru harus mau mengembangkan (will grow) kemampuan dirinya sendiri.
3. Supervisi Klinis untuk Perbaikan Pembelajaran

1. Pengertian supervisi klinis
Supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran melalui siklus yang sistematis mulai dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis yang intesif terhadap penampilan pembelajarannya dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran.

2. Perlunya supervisi klinis.
Beberapa alasan mengapa supervisi klinis diperlukan, diantaranya:
  • Tidak ada balikan dari orang yang kompeten sejauhmana praktik profesional telah memenuhi standar kompetensi dan kode etik
  • Ketinggalan iptek dalam proses pembelajaran
  • Kehilangan identitas profesi
  • Kejenuhan profesional (bornout)
  • Pelanggaran kode etik yang akut
  • Mengulang kekeliruan secara masif
  • Erosi pengetahuan yang sudah didapat dari pendidikan prajabatan (PT)
  • Siswa dirugikan, tidak mendapatkan layanan sebagaimana mestinya
  • Rendahnya apresiasi dan kepercayaan masyarakat dan pemberi pekerjaan
3. Tujuan supervisi klinis.
Secara umum tujuan supervisi klinis untuk :
  • Menciptakan kesadaran guru tentang tanggung jawabnya terhadap pelaksanaan kualitas proses pembelajaran.
  • Membantu guru untuk senantiasa memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
  • Membantu guru untuk mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang muncul dalam proses pembelajaran
  • Membantu guru untuk dapat menemukan cara pemecahan masalah yang ditemukan dalam proses pembelajaran
  • Membantu guru untuk mengembangkan sikap positif dalam mengembangkan diri secara berkelanjutan.
4. karakteristik supervisi klinis
Supervisi klinis memiliki karakteristik sebagai berikut:
  • Perbaikan dalam pembelajaran mengharuskan guru mempelajari keterampilan intelektual dan bertingkah laku berdasarkan keterampilan tersebut.
  • Fungsi utama supervisor adalah menginformasikan keterampilan, seperti:
1)    Keterampilan menganalisis proses pembelajaran berdasarkan hasil pengamatan,
2)    Keterampilan mengembangkan kurikulum, terutama bahan pembelajaran,
3)    Keterampilan dalam proses pembelajaran.
  • Fokus supervisi klinis adalah:
1)    Perbaikan proses pembelajaran,
2)    Peterampilan penampilan pembelajaran yang memiliki arti bagi keberhasilan mencapai tujuan pembelajaran dan memungkinkan untuk dilaksanakan, dan
3)    Didasarkan atas kesepakatan bersama dan pengalaman masa lampau.
5. Prinsip-prinsip dalam supervisi klinis
Prinsip yang menjadi landasan pelaksanaan supervisi klinis, adalah:
  • Hubungan antara supervisor dengan guru, kepala sekolah dengan guru, guru dengan mahasiswa PPL adalah mitra kerja yang bersahabat dan penuh tanggung jawab.
  • Diskusi atau pengkajian balikan bersifat demokratis dan didasarkan pada data hasil pengamatan.
  • Bersifat interaktif, terbuka, obyektif dan tiidak bersifat menyalahkan.
  • Pelaksanaan keputusan ditetapkan atas kesepakatan bersama.
  • Hasil tidak untuk disebarluaskan
  • Sasaran supervisi terpusat pada kebutuhan dan aspirasi guru, dan tetap berada di ruang lingkup pembelajaran.
  • Prosedur pelaksanaan berupa siklus, mulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan (pengamatan) dan tahap siklus balikan.
6. Prosedur supervisi klinis
Pelaksanaan supervisi klinis berlangsung dalam suatu siklus yang terdiri dari tiga tahap berikut :
  • Tahap perencanaan awal. Hal yang harus diperhatikan adalah:
1)    Menciptakan suasana yang intim dan terbuka,
2)    Mengkaji rencana pembelajaran yang meliputi tujuan, metode, waktu, media, evaluasi hasil belajar, dan lain-lain yang terkait dengan pembelajaran,
3)    Menentukan fokus obsevasi,
4)    Menentukan alat bantu (instrumen) observasi, dan
5)    Menentukan teknik pelaksanaan obeservasi.
  • Tahap pelaksanaan observasi. Hal yang harus diperhatikan, antara lain:
1)    Harus luwes,
2)    Tidak mengganggu proses pembelajaran,
3)    Tidak bersifat menilai,
4)    Mencatat dan merekam hal-hal yang terjadi dalam proses pembelajaran sesuai kesepakatan bersama, dan
5)    Menentukan teknik pelaksanaan observasi.
  • Tahap akhir (diskusi balikan). Hal yang harus diperhatikan antara lain:
1)    Memberi penguatan;
2)    Mengulas kembali tujuan pembelajaran;
3)    Mengulas kembali hal-hal yang telah disepakati bersama,
4)    Mengkaji data hasil pengamatan,
5)    Tidak bersifat menyalahkan,
6)    Data hasil pengamatan tidak disebarluaskan,
7)    Kensimpulan,
8)    Hindari saran secara langsung, dan
9)    Merumuskan kembali kesepakatan-kesepakatan sebagai tindak lanjut proses perbaikan.




Leave a Reply.